Laporan Observasi Festival Congot
Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga
Disusun
untuk memenuhi tugas kuliah Telaah Pranata Masyarakat Jawa
Dosen
Pengampu : Dra. Sri Prastiti Kusuma Anggraeni, M.Pd.
Oleh :
Nama : Ery Iriyanto
NIM : 2601416078
Rombel : 04
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Sebagai
salah satu bangsa yang multikulutural. Indonesia memiliki banyak sekali budaya
dari sabang sampai merauke. Budaya merupakan salah satu unsur penting dalam
kehidupan. sehingga setiap daerah memiliki budaya dan ciri khas masing-masing
atau biasa disebut dengan kearifan lokal (local
wisdom). Kearifan lokal ini sangat perlu dilestarikan agar generasi
mendatang dapat mengetahui dan memaknai kearifan lokal yang luhur dari nenek
moyang sehingga budaya atau kearifan lokal ini tidak terkikis oleh perkembangan
zaman dalam hal ini yaitu globalisasi yang semakin menyeret budaya asli
Indonesia. Seperti yang kita ketahui generasi muda saat ini banyak yang tidak
mengenal budaya asli Indonesia bahkan budaya yang ada di daerah terpencil atau
sulit dijangkau oleh kebanyakan masyarakat luar, padahal budaya ini merupakan
kekayaan negeri yang sangat berharga karena terbentuk dari nilai luhur yang ada
sejak dahulu. Oleh karena itu pemerintah daerah mengemas budaya yang sudah ada
sejak jaman dahulu melalui bentuk festival salah satunya yang akan kita bahas
daam laporan ini adalah Festival Congot. Festifal Congot ini Desa Kedungbenda,
Kecamantan Kemangkon, Purbalingga - Jawa Tengah.
B.
Tujuan :
1.
Untuk
menelaah budaya masyarakat Jawa khususnya di Desa Kedungbenda Kabupaten
Purbalingga
2.
Untuk
mengetahui dan memperoleh informasi tentang Festival Congot yang berada di Desa
Kedungbenda
3.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Telaah Pranata Masyarakat Jawa
C.
Manfaat :
1.
Memahami
kebudayaan warga masyarakat kabupaten Purbalingga
2.
Mengetahui
prosesi sedekah bumi di Desa Kedung Benda, Kabupaten Purbalingga
3.
Mendapatkan
informasi tentang desa wisata Kedung Benda
4.
Mendapat
informasi tentang Festival Congot
PEMBAHASAN
A.
Waktu
Dan Tempat Observasi
1.
Lokasi Observasi
Dalam
observasi ini bertemat di Desa Kedung Benda, Kecamatan Kemangkon Purbalingga,
Jawa Tengah..
2.
Pelaksanaan Observasi
Jumat,
13 Oktober 2017
Pukul
20.00 WIB :
1)
777 Cahaya Senthir
2)
Macanan
3)
Istighosah
Sabtu,
14 Oktober 2017
1)
Pukul 08.00 WIB
Ruwat Bumi
2)
Pukul 09.00 WIB
Parade Perahu
Sedekah Klawing
3)
Pukul 10.00 WIB
Sarapan Kupat Landan
Pesta Canthor
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
yang saya gunakan dalam mengumpulkan data dalam Festival Congot ini ada 2
teknik yaitu :
1.
Teknik Wawancara
Wawancara
yaitu teknik pengumpulan data yang menanyai langsung seorang narasumber yang
dibutuhkan oleh peneliti secara lisan. Dengan metode ini saya bisa memperoleh
kesimpulan dari beberapa pendapat dari narasumber serta mendapat keterangan
secara langsung mengenai Festival Congot ini.
2.
Teknik Observasi
Orservasi
yaitu teknik pengumplan data dengan cara terjun langsung ditengah-tengah
masyarakat. Dalam teknik observasi ini saya memperoleh data berupa rekaman
gambar maupun video serta catatan kecil dari sebuah pengamatan.
C.
Narasumber
1.
Nama :
Ramisa, S.Pd
TTL :
Kulonprogo, 3 Januari 1958
Pendidikan : SD Jonggrangan, DIY
SMP Negeri 1 Nanggulan Sentolo
SPG Negeri 1 Yogyakarta
UT Pokjar Purbalingga, UPBJJ Purwokerto
Jabatan :
Kepala Sekolah SD Kandang Gampang 1, Kecamatan Kota, Kabupaten Purbalingga
Moto Hidup :
Hidup itu selalu diisi dengan kegiatan, tentunya kegiatan yang positif.
2.
Nama :
Agus Sukoco
TTL
: Purbalingga, 3 September 1976
Pendidikan
: SD Karang Reja 1, Purbalingga
SMP Negeri 3 Purbalingga
SMA Negeri 1 Bobot Sari, Purbalingga
Jabatan : Budayawan Purbalingga
Motto
: Eling lan waspada
3.
Nama
: Yudia
Jabatan : Ketua panitia Festival Congot
2017
D.
Hasil Observasi
1.
777
Cahaya Senthir
Agus
Sukoco : “Ada
ritual-ritual adat, ada banyak tradisi di desa ini. Jumlah 777 sentir ini
merupakan salah satu yang masih terjaga. Kebetulan kita mencari-cari ketemunya
777 botol, tetapi bila jumlah 1000 atau lebih bisa saja. Tetapi kita mencoba
menggali sebuah makna dari 777 senthir ini bahwa mengandung makna pitutur, pituduh, pitulungan.”
Ramisa : “ Senthir merupakan hasil peninggalan sebuah peradaban
masa lalu tepatnya nenek moyang kita. Zaman dahulu kan belum ada penerangan,
nenek moyang kita sangat cerdas membuat penerangan dari senthir ini. Dan ada
sebuah penelitian bahwa santri yang mengaji menggunakan penerangan dari senthir
hasilnya akan lebih baik dibanding yang menggunakan penerangan megah seperti
saat ini karena api dari senthir yang stabil.”
777
Cahaya Senthir ini merupakan salah saturangkaian acara dalam Festival Congot. Acara ini merupakan acara pembuka
Festival Congot, 777 Cahaya Senthir ini dilaksanakan untuk mengiringi acara Macanan
dan Istighosah, yang diikuti oleh seluruh warga sekitar. Istigosah serta macanan
yang dilakukan dengan tujuan supaya acara festival congot ini bisa terlaksana dengan
sesuai dengan rencana tanpa ada suatu halangan apapun. Acara ini dilaksanakan pada
malam hari setelah isya sebelum acara ruwat bumi. Senthir ini terbuat dari botol
kecil yang diberi sumbu serta diberi minyak tanah supaya bisa menyala terus-menerus.
Senthir ini dibuat oleh panitia lalu dibagikan kepada orang yang datang untuk mengikuti
acara istigosah dan macanan. Istigosah ini ada karena orang-orang Desa Kedung benda
ini mayoritas beragama islam tetapi ada juga sebagian yang katholik. Di Desa ini
kehidupan umat beragamanya saling toleransi walaupun ada umat beragama yang
minoritas.
Makna
Jumlah
777 senthir ini mengandung makna “Pitutur,
Pituduh, Pitulungan”. Pitutur
yang berarti dalam kehidupan ini harus saling memberi nasihat. Pituduh yang berarti semoga dalam kehidupan
selalu diberi petunjuk yang baik. Sedangkan Pitulungan
memiliki makna dalam kehidupan bermasyarakat diharapkan selalu diberi pertolongan
oleh Sang Mahakuasa.
Fungsi Sosial
Penggunaan
cahaya senthir ini memiliki makna untuk mengenang masa silam dan menyamaratakan
derajat dalam masyarakat. Jadi, orang kaya maupun orang miskin pada zaman
dahulu sama-sama menggunakan senthir.
Fungsi Pendidikan
Cahaya
senthir juga memiliki cahaya yang stabil. Diharapkan dalam menjalani sebuah
kehidupan tetap lurus serta senantiasa sederhana. Ada sebuah penelitian, bahwa santri
yang membaca Al-Qur’an menggunakan penerangan senthir hasil kepribadinya lebih baik
daripada yang menggunakan penerangan megah seperti sekarang ini.
2. Macanan
Berasal dari kata maca mendapat imbuhan an. Merupakan sebuah kegiatan menembangkan
serat-serat jawa dalam rangkaian Festival Congot yang dilakukan oleh beberapa
orang. Tetapi macanan ini biasanya dilakukan seminggu sekali tepatnya dihari
jum,at dirumah secara bergantian setiap minggunya.
1.
Maskumambang
: arwah yang masih mengambang
dimana dunia kita belum ada kehidupan
sama sekali.
- Mijil : saat semua makhluk hidup dilahirkan di dunia dan makhluk yang dilahirkan tidak bisa memilih tempat dimana kita akan dilahirkan didunia ini.
- Sinom : masa pertumbuhan dimana makhluk khususnya manusia yang dilahirkan didunia sudah mencapai masa muda atau remaja.
4.
Kinanthi : masa remaja yang sudah
mulai mencari jati diri dalam dirinya sendiri-sendiri.
- Asmarandana : masa remaja yang sudah menjalanai mas puber.
- Gambuh : setelah masa puber tiba, kita dituntut untuk menjatuhkan pilihan yang digunakan untuk berumah tangga.
- Dhandanggula : seseorang mencapai puncak kesuksesan. Dhandanggula ini menerangkan bahwa sesudah mencapai puncak kejayaan jangan lupa bahwa kekayaan hanyalah titipan sementara dari Allah swt.
- Durma : puncak kesusesan adalah hal yang paling disukai orang ketika hidup didunia, hal tersebut menuntun kita untuk tidak lupa bersedekah , memberi pada yang membutuhkan.
- Pangkur : masa dimana orang sudah mengurangi semua aktivitas didunia yang artinya umur sudah tua.
- Megatruh : mejelaskan tentang hal kemtian, bahwa orang yang hidup didunia akan berpisah dengan ruhnya.
- Pucung : sekaya apapun didunia, harta tidak dibawa yang dibawa hanyalah kain murah dan tidak dijahit.
Menurut bapak
Agus sukoco pada macanan itu isinya babad. Macanan di laksanakan
mulai pukul 21.00 sampai 00.00. Pada macanan tadi yang dibaca hanya beberapa
syair saja.
Menurut bapak Ramisa kebanyakan
buku-buku macapat itu buatan karya Paku Buwana 4, seperti halnya serat wulangreh
jadi tidak ada yang mengarang sendiri.
Makna
Manusia dalam menjalani kehidupan
senantiasa ingat kepada Sang Maha Kuasa bahwa manusia dilahirkan untuk mati.
Maka dari itu selalu berbuat kebaikan disetiap sisi jengkal kehidupan.
Fungsi
Budaya
Untuk mewariskan serta melestarikan
Budaya Jawa khusunya Tembang Macapat kepada generasi muda sebagai identitas
budaya bangsa.
Fungsi
Sosial
Saling merekatkan tali
silaturrahmi masyarakat Desa Kedungbenda khususnya kelompok macanan itu sendiri
sebagai bekal menyongsong arus globalisasi.
3. Ruwat Bumi
Menurut
Pak Yudia selaku Ketua Panitia festifal Congot. Ruwat bumi tersebut merupakan
ritual yang diadakan setiap tahunnya sebagai ungkapan rasa syukur wrga kepada
Tuhan dan alam yang sudah menyediakan lahan untuk bekerja sebagai petani.
Menurut
Kepala Desa Kedungbenda sejarah ruwat bumi sendiri secara umum di Tanah Jawa
merupakan ritual yang turun-temurun telah ada dari leluhur entah siapa yang
mengawali tidak tahu. Ruwat bumi di Desa Kedungbenda ini sekarang menjadi surat
keputusan gubernur untuk melestarikan tradisi. Tidak setiap tahun diadakan,
dilihat dari anggaran yang ada. Tahun ini anggaran yang didapat dari warga
setempat, namun ada juga bantuan dari Bupati Purbalingga. Dan terdapat sesaji
yang dilarung di Sungai Klawing terdiri dari Sembilan saji dan dua gunung yang
ditempatkan berbeda, yaitu satu gunung di arak sedang gunung lain ditaruh di
jalan raya.
Menurut
Bpk Agus sukoco seorang budayawan Kabupaten Purbalingga sendiri ruwat bumi ini
ada karena para leluhur terdahulu telah memposisikan alam sebagai sosok yang
hidup. Orang Jawa menyebutnya Dewi Sri dan bumi disebut Siti/Pertiwi. Dari
pemaknaan tersebut maka membahasakan budaya menjadi ritual. Ritual sendiri
merupakan cara orang Jawa bersosialisasi dengan alam.
Dan
yang terjadi saat ini menurut Negara Barat ritual ini merupakan hal yang kuno
atau jauh dari peradaban. Sedangkan menurut Islam menganggapnya sebagai syirik.
Menurut
warga setempat Ibu Suparti Desa Kedungbenda ruwat bumi ini dilaksanakan setiap
Bulan Suro dengan perhitungan tanggal Jawa yang setiap tahunnya berbeda.
Sehingga dalam kalender masehi berbeda tanggal setiap tahunnya.
Secara
garis besar, ruwat bumi merupakan rasa syukur masyarakat Desa Kedungbenda
terhadap Sang Pencipta karena telah
diberikan hasil yang melimpah dari alam sekitar dengan cara melakukan merawat
bumi sekitar serta ritual-ritual.
Makna
Ucapan
rasa syukur terhadap Sang Maha Pencipta karena telah diberi hasil alam yang
melimpah.
Fungsi Sosial
Menyatukan
warga Desa Kedungbenda dalam satu rasa kebahagiaan serta menumbuhkan sifat yang
saling bergotong-royong diantara masyarakatnya.
Fungsi Religius
Menyatukan
semua golongan kepercayaan dalam suatu ucapan rasa syukur tehadap Sang Maha
Pencipta. Serta menumbuhkan sifat yang senantiasa menghargai sebuah perbedaan
demi kepentingan bersama.
4.
Sedekah Klawing
Sedekah klawing merupakan bentuk rasa
syukur atas hasil alam yang diberikan sudah berjalan sejak masyarakat bermukim
di daerah tersebut. Bentuk sedekah klawing muncul karena kehidupan manusia yang
saling berdampingan dengan alam. Dahulu, sebelum Islam masuk ke Nusantara,
orang-orang pribumi sudah memiliki kepercayaan bahwasannya kebaikan akan
dibalas dengan kebaikan, begitu juga sebaliknya. Orang-orang dahulu sebelum
peradaban barat masuk, mereka bahkan sudah memiliki pemikiran tentang hakikat
kehidupan. Mereka sudah mengartikan bahwasanya bumi merupakan sesuatu yang
hidup. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa terima kasih atas apa yang
diberikan oleh alam kepada masyarakat sekitar sungai klawing khususnya,
munculah suatu ritual yang dinamakan sedekah klawing.
Sedekah
klawing setelah masuknya peradaban islam di nusantara, mulai terbentuk
kesinambungan antara tradisi dengan ajaran agama yang ada. Tradisi yang ada
sesungguhnya merupakan bentuk masyarakat jawa dalam merealisasikan bahasa untuk
berkomunikasi dengan alam.
Berdasarkan informasi yang kami dapat dari bapak Agus Sukoco (14/10), bahwa
dahulu kala kehidupan masyarakat setempat sangat selaras dengan alam dan saling
berkesinambungan/ngawiji. Datang dan
menyebarnya islam ke daerah tersebut membawa dampak yang sangat signifikan
sehingga terjadi keselarasan kehidupan antara manusia dengan alam, sehingga
pranata masyarakat sangat tertata anatara tradisi dan kebudayan setempat.
Menurut
Pak Yudia selaku Ketua Panitia Pelaksana Festival Congot yang mengatakan
bersangkutan dengan prosesi sedekah klawing yaitu prosesi sedekah klawing yang
sudah ada dan sudah berjalan ketika menyambut bulan Sura ada yang dinamakan
larungan masyarakat biasa menyebutnya dengan sesaji yang dibuat seperti rumah-rumahan
dari batang pisang untuk dihanyutkan didalamnya berisi seluruh jajanan pasar
yang ada di Kedungbenda, seluruh hasil bumi yang ada di Kedungbenda, seluruh
bentuk harta yang ada di Kedungbenda seperti potongan keramik, bata, emas (jika
ada yang mempunyai), uang, baju, dan semacamnya lalu dimasukkan ke dalam
rumah-rumahan tadi dan diberi bacaan doa khusus.
Sedangkan
untuk yang dilaksanakan pada festival yaitu larungan ada di kampong nelayan di
congot kalau untuk di Kedungbenda akan dilaksanakan di sungai tepatnya di
belakang balai desa,
- Kirab bersama-sama warga Kedungbenda menuju sungai di belakang balai desa dan diterima oleh Bapak Bupati juga diiringi musik (tetabuhan) dengan memakai baju adat.
- Kemudian oleh Bapak Bupati dibawa ke tepian sungai lalu diserahkan ke juru kunci sungai
- Setelah diterima juru kunci sungai lalu dinaikkan ke perahu
- Selanjutnya diiring-iringi Bapak Bupati dengan parade perahu, perahunya menggunakan perahu-perahu penambang pasir maupun perahu nelayan. Jarak iring-iringan yaitu dari sungai belakang balai desa sampai dibawah jembatan Linggamas adalah sekitar 3 km dengan waktu tempuh ± 30 menit. Sedangkan, larungan tetap berjalan sampai ke pertemuan sungai clawing dan sungai srayu yang bermuara di pantai selatan.
- Bapak Bupati bersama rombongan dan para warga yang mengikuti iring-iringan berhenti di bawah jembatan Linggamas .
- Dilanjutkan acara sarapan kupat landan disekitar bawah jembatan Linggamas.
Makna
Klawing merupakan sungai
penghidupan bagi warga Desa Kedungbenda. Maka dari itu perlu dirawat dan dijaga
dengan cara Sedekah Klawing ini. Serta sebagai bentuk ucapan rasa syukur terhadap
Sang Pencipta karena telah memberika hasil dari Sungai Klawing yang sangat
melimpah. Untuk itu perlu menjaga Sungai Klawing ini sebagai sumber penghidupan
warga sekitar.
Fungsi
Sosial
Sungai Klawing merupakan sumber
penghidupan bagi warga sekitar melalui ikan-ikan yang berada di sungai
tersebut. Karena sebagian warga Desa Kedungbenda bermata pencaharian sebagai
nelayan.
Fungsi
Budaya
Nelayan di Desa Kedungbenda ini
unik karen nelayan sungai yang merupakan satu-satunya nelayan di Kabupaten
Purbalingga. Serta menegaskan bahwa Negara Indonesia ini negara yang kaya ikan
bukan hanya dilaut tetapi juga disungai dan nelayan merupakan budaya nenek
moyang kita.
5.
Sarapan Kupat Landan
Sarapan Ketupat Landan salah
satu rangkaian tradisi Festival Congot yang memiliki makna yang bersangkutan
dengan kehidupan masyarakat Kedung Benda. Bapak Agus Sukoco memaparkan bahwa
maksud mengapa kupat landan menjadi salah satu tradisi Festival Congot tersebut
karena ketupat landan merupakan makanan khas masyarakat Kedung Benda. mengapa
disebut ketupat landan pada dasarnya ketupat landan adalah ketupat biasa yang
dikenal oleh masyarakat hanya tetapi proses masaknya menggunakan daun kelapa
yang dibakar lalu ikut digodhog diketupat sehingga membuat warna ketupat
tersebut berubah menjadi kemerah – merahan. Dan biasanya masyarakat menyantap
ketupat landan bersama dengan ikan yang ada disungai klawing. jadi makna dari
ketupat landan yang diikut sertakan sebagai Festival Congot tersebut adalah
wujud syukur masyarakat Kedung Benda atas melimpahnya ikan yang ada disungai
klawing dan kenikmatan ketupat landan yang menjadi makanan khas Kedungbenda. Untuk pesta Canthor tersebut hanya tambahan saja
ditahun ini karena conthor tersebut merupakan kerupuk khas yang diproduksi desa
sebelah, karena produksi yang ada sudah melambung besar sehingga pemilik ikut
berpartisipasi menyumbangkan kerupuk canthor tersebut sebagai rasa syukur dan
rasa berbagi sesamanya.
Makna
Kupat mengandung arti ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Sungkeman merupakan salah satu
implementasi dari mengakui kesalahan terhadap orang tua maupun sesama. Jadi,
manusia dalam menjalani kehidupan harus berani mengakui kesalahan dengan cara
memohon maaf ataupun sungkeman.
Fungsi
Budaya
Kupat sampai sekarang masih ada dan menjadi budaya
dalam setiap acara masyarakat jawa bahkan Indonesia sebagai warisan budaya
luhur.
Fungsi
Religius
Kupat mengandung arti 4 laku atau 4 hal yang harus dilakukan dan dipunyai sebagai manusia,
yaitu ilmu, amal, dakwah, dan sabar.
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari adanya Festival Congot yang berada di Desa
Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga ini merupakan rangkaian
budaya yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadikan acara ini sebuah ajang
promosi wisata budaya sekaligus melestarikan kearifan lokal yang ada ditempat
tersebut.
Kenapa
dinamanakan Festival Congot ? Karena
didesa tersebut terdapat pertemuan antara sungai Klawing dan Sungai Serayu.
Festival itu sendiri merupakan suatu bentuk apresiasi dari Bupati Purbalingga
atas pencapaian desa tersebut sebagai desa pelestari budaya. Prosesi berpusat
di pelataran balai desa Kedungbenda yang terletak di depan balai desa tersebut.
Desa kedungbenda merupakan desa yang dikelilingi sungai
yang menjadi sumber kehidupan masyarakat warga desa tersebut. Di sungai
tersebut terdapat jembatan yang “Linggamas” yaitu merupakan kependekan dari
Purbalingga dan Banyumas. Jembatan tersebut merupakan penghubung antara Purbalingga dan Banyumas. Festival tersebut berisi tentang ritual ruwat bumi yang
dikemas dalam bentuk festival, terdiri dari beberapa rangkaian acara yang
meliputi: Istighosah, Macanan, 777 Cahaya Senthir, Ruwat Bumi, Sedekah Klawing,
Sarapan Kupat Landan, Pentas Ebeg, Wayangan, dan Pit- pitan maring Congot.
B.
Saran
Semoga
Festival Congot kedepanya dikemas lebih menarik lagi supaya bisa dikenal masyarakat
umum karena leawat promosi yang baik akan mempertahankan budaya kearifan lokal
yang ada serta dengan tidak meninggalkan tradisi asli Congot tersebut.
Semoga bermanfaat dan barokah ya😀😀. Terima kasih telah berkunjung. Jangan bosan-bosan ya😃😄
Tidak ada komentar:
Posting Komentar